Bab 167
Segera setelah dia memastikan bahwa yang menoleh adalah Jin Woo, dia turun dari mobil dan memperlihatkan wujudnya.
Jin Woo tidak perlu mengorek ingatannya untuk mengingat nama orang tersebut.
Kadang kala orang itu muncul di berita ekonomi Republik Korea dan dia familier dengan Jin Woo dalam beberapa hal.
"Eugene Construction sangat terkenal. Senang bertemu denganmu, Hunter Sung."
Orang terkenal itu berdiri tegak dan membungkuk sedikit.
Salam yang tidak kasar.
Jin Woo terkesan dengan tindakan yang rapi dan piawai itu, dan belajar bahwa ini adalah salam yang sebenarnya. Mungkin karena Jin Woo tidak pernah menyangka seorang presiden perusahaan akan menyapa orang sepertinya dengan sangat ramah. Karena orang itu berlaku sopan, Jin Woo pun balas menyapa dengan sopan pula.
"Nama saya Sung Jin Woo."
Setelah perkenalan yang singkat itu, orang terkenal itu berkata,
"Maaf aku mendatangimu tanpa membuat janji dulu, tapi kalau kau tak keberatan, maukah kau meluangkan waktumu?"
Sebuah pertanyaan muncul di kepalanya.
'Kalau dia ingin bertemu denganku....'
Akan lebih mudah berhubungan lewat anaknya tanpa perlu bertatap muka langsung. Kenapa presiden susah-susah menemuiku?
Jin Woo mengesampingkan pertanyaan itu.
"Ada perlu apa?"
Orang itu menjawab dengan raut sedih.
"Sulit mengatakannya di sini."
Kalau dipikir-pikir.
Jin Woo mengenakan kaos di bawah hoodie-nya, sedangkan presiden yang terkenal itu sangat mencolok. Banyak orang berlalu lalang di jalan ini, sehingga mereka tidak bisa mendiskusikan hal penting di sana. Jin Woo menyadari hal ini, tapi masalahnya,
'Tidak ada hal penting untuk dibicarakan dengan Pak Presiden.'
Tidak ada terkaan sama sekali.
Kalau pun ada, paling juga tentang adiknya sekaligus wakil presiden Azin Guild, Yoo Jin Ho.
Selagi Jin Woo memikirkan jawabannya, orang-orang di sekitar mereka mulai menoleh pada orang terkenal itu. Bahkan beberapa di antaranya mengambil gambar dengan ponselnya. Presiden yang terkenal itu pun menjadi tidak sabar saat dilihatnya orang yang menatap ke arahnya makin banyak.
'Kalau kau melewatkan kesempatan ini, akan makin susah untuk membicarakannya.'
Dia selalu mempunyai alasan untuk bertemu Jin Woo. Ia pun nekat bertanya,
"St. Hunter, tidak bisakah kau ikut denganku? Aku tidak akan membicarakan yang aneh-aneh."
Jin Woo menoleh ke belakang.
Jin Ho terlihat senang dan sadar kalau dia berada dalam masalah, dengan ketertarikan para wartawan itu. Jin Woo menyembunyikan senyumnya.
'Hari ini sepertinya Jin Ho sangat sibuk.'
Sesaat, Jin Woo berpikir kalau dia perlu mengambil rehat sebentar, karena belakangan dia telah mengambil alih senior dungeon dengan pertimbangan guild yang besar.
Jin Woo mengangguk.
"Oke."
"Terima kasih."
Sang presiden membukakan pintu belakang untuk Jin Woo.
"Naiklah."
Jin Woo naik ke dalam mobil lalu sang presiden menuju sisi yang lain dan duduk di samping Jin Woo. Mobil itu sangat lebar, bahkan bisa diduduki dua laki-laki kuat dan besar.
Sebelum berangkat Jin Woo bertanya,
"Kita mau ke mana?"
"Tidak ada tempat tertentu. Kalau ada tempat yang ingin dikunjungi Hunter Sung...."
Mobil pun mulai melaju. Dipandangnya Jin Woo.
"Aku tahu di mana kita bisa berbicara dengan tenang tanpa ada yang mengganggu. Kita akan ke sana."
Jin Woo menyandarkan diri ke belakang. Kursi mobil mahal itu terasa begitu nyaman hingga dia tidak bisa berkata-kata.
Mobil yang melaju dengan tenang itu akhirnya sampai di tujuan.
"Kita sampai, Hunter."
Seorang Knight berniat membukakan pintu untuk sang presiden, tapi dia menggeleng. Kemudian dia menuju sisi yang lain, tempat Jin Woo duduk, dan membuka pintunya.
Jin Woo menatap gedung tinggi itu.
'Di mana bisa bicara dengan tenang di tempat ini...?'
Sekelompok orang berjalan menuju Jin Woo dan membungkuk 90 derajat.
"Selamat datang, Tuan!"
"Selamat datang, Tuan!"
Jin Woo terpesona dengan suara yang ditimbulkan oleh enam orang itu.
Berapa banyak latihan dibutuhkan supaya bisa tepat bebarengan seperti itu?
"Ayo masuk, Hunter."
Presiden yang terkenal itu masuk ke dalam gedung tanpa membuat kehebohan. Di jendela pada puncak gedung terpampang tulisan "Eugene Construction".
"...."
Jin Woo kemudian masuk mengikuti orang itu. Sang presiden yang sedang menunggu Jin Woo, bertemu dengan Chang Woo.
"Ini."
Pegawai yang berpapasan dengan sang presiden memberi salam padanya. Sang presiden menganggukkan kepalanya, menjawab setiap salam, tanpa ekspresi.
Orang hebat.
Mr. Yoo mempunyai aura yang sama yang dia rasakan saat bertemu dengan presiden Asosiasi Hunter, Koguryo Asosiation.
Jin Woo berjalan dalam diam, melihat sekilas pada seorang Iran yang menatap orang terkenal itu. Orang-orang yang menunduk pada orang terkenal itu memperlihatkan minat mereka pada Jin Woo yang berjalan dengannya.
"Siapa dia?"
"Uh? Orang itu?"
"Pastinya?...."
Begitu mereka berdua memasuki gedung, para karyawan memandang Hunter Kelas S yang telah melepas tudungnya dan membuka mulutnya itu.
Hunter dan pengusaha dalam negeri terbaik di Korea.
Dua orang itu memasuki markas besar Eugene Engineering, siapa yang tidak terkejut?
'Ugh!'
Para pegawai yang memandangnya bertambah.
Yang perempuan sepertinya tidak paham, tapi para pegawai laki-laki mengangguk pada Jin Woo.
Mereka tidak tahu kenapa Jin Woo bisa bersama presiden mereka. Tapi yang jelas, dua orang terbaik di bidang masing-masing, berjalan beriringan.
Itu adalah pemandangan yang mengagumkan.
Dua laki-laki yang melewati tatapan orang-orang di sekitarnya itu menaiki lift khusus yang telah menanti mereka.
Ini adalah tahta bagi tamu yang datang.
Hanya mereka berdua yang memasuki lift tersebut.
"...."
"...."
Dia tidak bicara karena Presiden Yoo tetap bungkam. Lift langsung menuju ke kantor presiden tanpa berhenti.
Ting.
Di pintu, sekretaris Kim, tangan kanan Presiden Yoo, telah menunggu.
Dia menghiraukan Jin Woo dan membungkuk pada Yoo.
"Maaf presiden, seseorang menunggu Anda di dalam."
"Pelanggan?"
Raut wajahnya menjadi keras.
"Kau tidak melarangnya saat aku tidak ada?"
Sekretaris Kim punya banyak kesalahan. Muka presiden yang keras lebih kepada terkejut daripada marah.
Sekretaris Kim malu dan bilang kalau hal itu tidak jelas.
"Saya sudah bilang, tapi ini tidak bisa ditahan...."
"Hmmm."
Dia menunjuk Jin Woo dan menyuruhnya masuk ke kantor.
"Tidak apa-apa, tidak ada yang perlu dikhawatirkan."
Naik ke atas.
Pintu ke ruangan presiden terbuka. Seorang lelaki tua, duduk di sofa sambil membaca surat kabar, menengadah.
"Dik, kenapa kau tidak menghubungiku? Aku jadi harus membatalkan janji temuku."
Dia adalah adik si orang terkenal, Yoo Seok Ho. Dia memberengut.
"Bukankah aku sudah bilang ini hari penting? Aku sedang sibuk, temui aku nanti saja."
"Tidak, aku tahu jadwalmu, dan hari ini aku juga cukup sibuk...."
Yoo Seok Ho, yang melihat Jin Woo, berhenti.
"Uh? Apa?"
Itu adalah wajah yang sering dilihatnya.
Orang mungkin mengira di surat kabar atau di berita elektronik, tapi dia ingat akun SNS anak perempuannya, Yoo Soo Hyun. Lalu dia ingat pernah melihat foto mereka berdua.
'Hunter Sung yang asli?'
Untuk memastikannya, ia letakkan surat kabar yang tengah dibacanya dan menatap Jin Woo. Mungkin ini agak memalukan bagi Jin Woo, tapi dia tidak membenci si Paman Botak. Alasannya sederhana.
'Apa matanya mirip Yoo Jin Ho?'
Apakah akan berubah jika Yoo Jin Ho menua dan sakit?
Di kepalanya, Presiden Yoo Seok Ho, yang telah berubah menjadi Yoo Jin Ho tua, tertawa lepas tanpa mengetahui hari saudaranya.
"Oke! Hunter Sung!"
"Ah."
Jin Woo mengulurkan tangannya. Yoo Seok Ho menjabat tangannya dengan erat dan memperkenalkan diri.
"Kau mungkin mendengar banyak hal, tapi aku adalah satu-satunya yang bergerak di bidang farmasi, Yoo Seok Ho."
"...."
Di mana dan bagaimana dia mendengar banyak hal?
Meski begitu, Jin Woo tetap menanggapi keramahtamahan orang itu.
"Oh, ya."
Dia terkejut dengan pandangan mata gelisah di sekitarnya. Yoo Seok Ho mengangkat bahu seolah dia telah melihatnya, dan membusungkan dada.
'Apa kau sudah lihat? Ini pemuda yang mengencani putrimu, Kak.'
Yoo Seok Ho yang sangat antusias pada putri orang terkenal yang berbakat di bidang musik itu, merasa bangga.
Orang yang di Korea biasa-biasa saja.
'.... Danau di pinggir laut memang luas.'
Jin Woo dan Yoo Seok Ho sepertinya menyadari kegusaran orang terkenal itu, yang membuat kepergiannya tertunda.
"Ayo, baca pikiranku."
Yoo Seok Ho melepas tangan Jin Woo.
"Katanya kau punya pembicaraan penting? Kalau begitu aku pergi sekarang."
Dia tertawa puas dan berdiri di depan Jin Woo sebelum pergi.
"St. Hunter."
"Ya."
"Mampirlah ke rumahku sekali-kali. Aku akan menunggu kapan pun kau datang."
"...."
Mampir?
Terus menunggu?
"Huh-huh huh."
Paman yang gembira itu menghilang bagaikan angin.
Aku merasa tidak enak dengan suaranya yang keras dan ekspresi bahagianya, tapi aku benar-benar tidak paham Bahasa Inggris.
Sang presiden bertanya pada Jin Woo yang sedang bergelut dalam kepalanya, dengan hati-hati.
"Bagaimana saudaraku...?"
Apakah perlu dibicarakan lagi setelah orangnya pergi?
Jin Woo menjawab dengan tenang.
"Ini pertama kalinya."
Orang terkenal itu memusatkan diri pada jawaban Jin Woo.
'Yoo Seok Ho....'
Sudahlah.
Ada tamu di hadapanku.
Orang terkenal dengan sebutan "Poker Face" itu menyembunyikan perasaannya dan mempersilakan Jin Woo duduk.
"Duduklah."
Sang presiden duduk di seberangnya. Sekretaris Kim mendekatinya dan bertanya,
"Apakah Anda ingin minum teh?"
"Aku tidak perlu, tawarkan si Hunter."
"Tidak, terima kasih."
Jin Woo menggeleng.
Kemudian si orang terkenal berkata,
"Aku perlu bicara dengan Hunter, pergilah."
"Baik, Pak."
Sekretaris Kim menutup pintu dan bersiri di sana. Ia mendapatkan perintah. Sejak hari itu, meskipun preaiden berada di tempat, dia tidak memperbolehkan orang masuk.
"...."
"...."
Ada keheningan seperti saat di dalam lift. Tapi bebannya berbeda.
Orang terkenal itu membutuhkan waktu.
Ini bukanlah percakapan yang bisa dibicarakan dengan enteng.
Setelah beberapa waktu yang cukup membosankan, akhirnya sang presiden membuka mulutnya.
"Hunter Sung."
Jin Woo menanti dengan tenang.
"Ya."
Sang presiden mengeluarkan sebuah cek yang telah disiapkannya. Itu adalah cek yang dikeluarkan oleh bank utama Eugene Construction. Tapi cek tersebut berbeda dari cek biasa, karena tidak tertera angka yang mengindikasi nilai cek itu.
"Ini."
Jin Woo menunduk, melihat cek tersebut, kemudian mengangkat kepala.
Orang terkenal itu berbicara dengan sulit.
"Aku tidak sombong untuk percaya bahwa segalanya bisa dibeli dengan uang. Meski lawannya adalah uang, seorang Hunter Kelas S bisa memperolehnya, bahkan lebih."
Mulutnya kering.
Ini lebih susah ketimbang berbicara di depan sepuluh ribu karyawannya untuk pertama kali, dikerubungi ratusan wartawan saat ia menerima warisan bisnis keluarga ayahnya.
Ini wajar.
Karena pentingnya masalah ini tidak bisa dibandingkan dengan situasi saat itu.
Ini adalah hasrat ayahnya, untuk melihat perusahaan yang telah ia curahkan seluruh hidupnya, tumbuh dengan anaknya.
"Aku akan menghargainya kalau kau bisa menganggapnya sebagai sebuah imbalan."
Melihat matanya, Jin Woo paham mengapa dia memilih tempat ini untuk bicara.
Hal yang akan dia bicarakan tidak akan bocor.
'Keanggotaan Guild bukanlah sebuah undangan.'
Sepertinya dia telah memilih dunia untuk mengontrol dirinya 100%, kecuali jika ada bencana yang menimpanya.
Jadi Jin Woo bertanya,
"Apa yang ingin Anda beli dariku?"
0 Comments for "Solo Leveling Ch. 167"